Tokoh Wanita – Nama lengkap dari Mbah Zainal adalah Zainal Abidin Munawwir bin Muhammad Munawwir bin Abdul Rosyad bin Hasan Bashori. Kelahirannya terjadi pada hari Sabtu Pahing, 18 Jumadil Akhir 1350 H atau setara dengan tanggal 31 Oktober 1931 dalam kalender Masehi. Secara keturunan, beliau merupakan anak dari pendiri Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, yaitu KH. Muhammad Munawwir, seorang ulama yang mahir dalam bidang Al-Qur’an, serta memiliki keahlian dalam pembawaan ilmu Al-Qur’an dan Qira’ah Sab’ah di wilayah Nusantara.
Kakek dari pihak ayahnya pernah menjadi abdi dalem di Kraton Yogyakarta Hadiningrat. Buyutnya, KH. Hasan Bashori, bahkan merupakan ajudan Pangeran Diponegoro dari Kesultanan Mataram selama masa perang Diponegoro (1825-1830 M). Ibu Mbah Zainal bernama Hj. Sukis, sebagai istri kedua KH. Muhammad Munawwir, dan Mbah Zainal sendiri adalah anak kesembilan dari Hj. Sukis.
Dalam wawancara dengan istri Mbah Zainal, Hj. Ida Zainal, diketahui bahwa Mbah Zainal memiliki riwayat pendidikan formal di Sekolah Rakyat (SD), SMP, dan SMA, serta sempat bersekolah di UNU Surakarta, meskipun tidak menyelesaikan pendidikannya di sana. Namun, pendidikan non-formal memiliki peran lebih besar dalam perkembangan pemikirannya.
Sejak kecil, pendidikan di Pondok Pesantren Krapyak membentuknya menjadi seorang kiai. Ayahnya memainkan peran penting dalam pendidikannya, mengajarkan ilmu-ilmu agama dan membantu Mbah Zainal menghafal Al-Qur’an. Setelah wafatnya KH. Muhammad Munawwir, Mbah Zainal melanjutkan pembelajarannya dengan berguru kepada kakak iparnya, KH. Ali Maksum.
Kiai Ali menjalankan pendidikan Mbah Zainal dengan ketat dan penuh disiplin sejak usia kecil, bahkan tidak ragu memberikan hukuman jika terjadi kesalahan. Terkenal dengan sikap tegas dan keras, Kiai Ali tidak memberikan ruang untuk bersantai kepada adik-adiknya yang sedang mendapatkan pendidikan khusus. Semua harus mampu menguasai kitab-kitab kuning yang diajarkan.
Pendidikan khusus yang diberikan oleh Kiai Ali tidak memandang hubungan keluarga. Kisah lain diungkapkan oleh KH. Munawwir AF, yang menyatakan bahwa Mbah Zainal mendapat perhatian istimewa dari Kiai Ali sebagai adik sendiri dan dianggap sebagai prospek bagi Pondok Pesantren Krapyak di masa depan. Khususnya, hal ini tercermin dari tempat tinggal Mbah Zainal yang berdekatan dengan ndalem Kiai Ali. Kamar khusus untuk Mbah Zainal disiapkan, tujuannya adalah agar adik ipar tersebut mendapatkan pemantauan yang lebih intensif dari Kiai Ali. Setiap pagi, siang, dan malam, Mbah Zainal disibukkan dengan mengulang dan mengajar kitab.
Hingga mencapai usia dewasa, Mbah Zainal mengalami perkembangan sesuai dengan arahan yang diberikan oleh Kiai Ali. Bahkan, tak jarang Kiai Ali, sebagai guru sekaligus kakak iparnya, terlibat dalam diskusi mengenai berbagai masalah tertentu.
Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara guru dan murid harus diwarnai oleh diskusi yang sering, sehingga guru sebagai pendidik tetap terlatih dalam mengembangkan ilmunya, sementara murid terus mempertahankan jiwa kritis yang mendorongnya untuk mendalami ilmu. Oleh karena itu, pendidikan di pesantren dianggap sebagai pendidikan yang ideal dan sesuai untuk pengembangan keilmuan Mbah Zainal, terutama dalam konteks pembelajaran agama Islam.
Pada tahun 1984 M. Mbah Zainal menikah dengan Ny. Hj. Ida Fatimah binti KH. Abdurrahman dari Bangil, Pasuruan, Jawa Timur. Mbah Zainal menikah di usia yang tidak muda, yaitu 53 tahun. Dari pernikahannya tersebut dikaruniai tiga anak, Muhammad Munawwir, Khoiruzad dan Khumairo’. Mbah Zainal sebagai seorang suami dan imam di lingkungan keluarga dapat menjalin hubungan yang harmonis dengan istri dan anak- anaknya, serta selalu memberikan kasih sayang yang luar biasa kepada keluarga kecilnya.